Minggu, 09 Oktober 2016

Beberapa Jenis Citra Satelit dan Resolusinya serta Negara Penciptanya

OKTA RIVALDI
E1I013033
Dasar-dasar Penginderaan Jauh 
QUIZ 5

Landsat 5diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masih beroperasi pada orbit polar, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 merupakan satelit milik Amerika Serikat mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km (Sitanggang, 1999 dalam Ratnasari, 2000). 

Ikonos, sejak diluncurkan pada September 1999 di Amerika Serikat, Citra Satelit Bumi Space Imagingís IKONOS menyediakan data citra yang akurat, dimana menjadi standar untuk produk-produk data satelit komersoal yang beresolusi tinggi. IKONOS memproduksi citra 1-meter hitam dan putih (pankromatik) dan citra 4-meter multispektral (red, blue, green dan near-infrared) yang dapat dikombinasikan dengan berbagai cara untuk mengakomodasikan secara luas aplikasi citra beresolusi tinggi (Space Imaging, 2004)

Quickbird-2, berhasil diluncurkan 2002 di California, Amerika Serikat dan dengan resolusi spasial lebih tinggi, yaitu 2,4 meter (multispektral) dan 60 sentimeter (pankromatik). Citra Quickbird beresolusi spasial paling tinggi dibanding citra satelit komersial lain.

Terra, membawa lima instrumen remote sensing yang mencakup MODIS dan ASTER. ASTER, Advanced Spaceborn Thermal Emission and Reflectance Radiometer, adalah sebuah spektrometer citra beresolusi tinggi. Instrumen ASTER didesain dengan 3 band pada range spektral visible dan near-infrared (VNIR ) dengan resolusi 15 m, 6 band pada spektral short-wave infrared (SWIR ) dengan resolusi 30 m dan 5 band pada thermal infrared dengan resolusi 90 m. Band VNIR dan SWIR mempunyai lebar band spektral pada orde 10. ASTER terdiri dari 3 sistem teleskop terpisah, dimana masing-masing dapat dibidikkan pada target terpilih. Dengan penempatan (pointing) pada target yang sama dua kali, ASTER dapat mendapatkan citra stereo beresolusi tinggi. Cakupan scan/penyiaman (Swath witdh) dari citra adalah 60 km dan revisit time sekitar 5 hari. 

Indian Remote Sensing (IRS) Programme, diluncurkan pada 1995 dan 1997 di India, dua satelit identik, IRS-1C dan IRS-1D membawa 3 sensor Wide Field Sensor (WiFS) didesain untuk pemetaan vegetasi regional, Linear Self-Scanning Sensor 3 (LISS-3) dimana menghasilkan data multispektral pada 4 band dengan resolusi spasial 24 m dan pankrokromatik. Citra Pankromatik resolusi 5- meter yang dikumpulkan oleh IRS-1C dan ID merupakan citra yang sesuai/ideal untuk perencanaan perkotaan, manajemen bencana, pemetaan dan berbagai aplikasi yang membutuhkan kombinasi unik pada citra resolusi tinngi, revisit frekuensi (resolusi temporal) yang tinggi dan cakupan rea yang luas. Satelit ini memiliki kemampuan stereo imaging, kemampuan gain dan cross-track imaging yang dapat diatur (Space Imaging, 2004). 

SPOT, singkatan dari Systeme Pour IíObservation de la Terre. SPOT-1 diluncurkan pada tahun 1986. SPOT dimiliki oleh konsorsium yang terdiri dari Pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. SPOT pertama kali beroperasi dengan pushbroom sensor CCD dengan kemampuan off-track viewing di ruang angkasa. Saat itu, resolusi spasial 10 m untuk pankromatik tidak dapat ditiru. Pada Maret 1998 sebuah kemajuan signifikan SPOT-4 diluncurkan: sensor HRVIR mempunyai 4 disamping 3 band dan instument VEGETATION ditambahkan. VEGETATION didesain untuk hampir tiap hari dan akurat untuk monitoting bumi secara global. 

Daftar Pustaka
  • Paine. D. L., 1981. Aerial Photography and Image Interpretation for Resources Management. Remote Sensing Research. 2 (1). 121-187. 
  • Ratnasari, E. 2000. Pemantauan Kebakaran Hutan dengan Menggunakan Data Citra NOAA-AVHRR dan Citra Landsat-TM. Skripsi Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan. 
  • Space Imaging. 2004. http://www.spaceimaging.com/products/ikonos/index.htm [2 Oktober 2016]
  • Trevette. J. W., 1986. Imaging Radar for Resources Survey. Photogrametric Engineering. 33 (9). 211-142. 

Rabu, 05 Oktober 2016

Sejarah Penginderaan Jauh dan Jenis-jenis Citra beserta Resolusinya


OKTA RIVALDI
E1I013033
Dasar-dasar Penginderaan Jauh 
QUIZ 4


Sejarah Penginderaan Jauh
     Sejarah perkembangan teknologi penginderaan jauh dari sisi tekniknya sudah lama digunakan yaitu setelah ditemukan kamera Obscura pada 350 BC oleh Aristoteles. Pada 1700 AD, mulai ditemukan proses fotografi, yang pada akhirnya dikembangkan menjadi teknik fotografi (1822) oleh Daguerre dan Niepce yang dikenal dengan proses Daguerrotype. Perkembangan inderaja spektakuler mulai terjadi saat ditemukan roket yang membawa satelit ke ruang angkasa diawali dengan peluncuran satelit TIROS (Television and Infraerd Observation Satellite) pada tahun 1960, yang merupakan sebuah satelit tak berawak khusus untuk mengembangkan satelit meteorologi.
     Sensor multispectral fotografi S065 yang terpasang pada Apollo-9 (1968) telah memberikan ide pada konfigurasi spectral satelit ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite), yang akhirnya menjadi Landsat (Land Satellite). Satelit ini merupakan satelit untuk observasi sumber daya alam yang diluncurkan pada tanggal 23 Juli1972. Disusul oleh generasi berikutnya Landsat 2 diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975 danpeluncuran Landsat 3 pada tanggal 5 Maret 1978. Perkembangan satelit sumber daya alam komersial terjadi pada Landsat 4 yang diluncurkan pada tanggal 16 Juli 1982, disusul Landsat 5 yang peluncurannya pada tanggal 1 Maret 1984, dan Landsat 6 gagal mencapai orbit. Direncanakan pada awal 1998 akan segera diluncurkan satelit Landsat 7 sebagai pengganti Landsat 5 (Paine. 1981).
     Satelit penginderaan jauh radar yang digunakan untuk mengindera sumber daya di bumi dimulai dengan satelit eksperimen Amerika Serikat untuk mengindera sumber daya laut Seasat (Sea Satellite) tanggal 27 November 1978, SIR (Shuttle Imaging Radar)-A 12 November 1981, SIR-B tahun 1984, SIR-C tahun 1987 (Trevette. 1986). 

Citra beserta Resolusinya
Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masih beroperasi pada orbit polar, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km (Sitanggang, 1999 dalam Ratnasari, 2000). 

Ikonos, sejak diluncurkan pada September 1999, Citra Satelit Bumi Space Imagingís IKONOS menyediakan data citra yang akurat, dimana menjadi standar untuk produk-produk data satelit komersoal yang beresolusi tinggi. IKONOS memproduksi citra 1-meter hitam dan putih (pankromatik) dan citra 4-meter multispektral (red, blue, green dan near-infrared) yang dapat dikombinasikan dengan berbagai cara untuk mengakomodasikan secara luas aplikasi citra beresolusi tinggi (Space Imaging, 2004)

Quickbird-2, berhasil diluncurkan 2002 dan dengan resolusi spasial lebih tinggi, yaitu 2,4 meter (multispektral) dan 60 sentimeter (pankromatik). Citra Quickbird beresolusi spasial paling tinggi dibanding citra satelit komersial lain.

Terra, membawa lima instrumen remote sensing yang mencakup MODIS dan ASTER. ASTER, Advanced Spaceborn Thermal Emission and Reflectance Radiometer, adalah sebuah spektrometer citra beresolusi tinggi. Instrumen ASTER didesain dengan 3 band pada range spektral visible dan near-infrared (VNIR ) dengan resolusi 15 m, 6 band pada spektral short-wave infrared (SWIR ) dengan resolusi 30 m dan 5 band pada thermal infrared dengan resolusi 90 m. Band VNIR dan SWIR mempunyai lebar band spektral pada orde 10. ASTER terdiri dari 3 sistem teleskop terpisah, dimana masing-masing dapat dibidikkan pada target terpilih. Dengan penempatan (pointing) pada target yang sama dua kali, ASTER dapat mendapatkan citra stereo beresolusi tinggi. Cakupan scan/penyiaman (Swath witdh) dari citra adalah 60 km dan revisit time sekitar 5 hari. 

Indian Remote Sensing (IRS) Programme, diluncurkan pada 1995 dan 1997, dua satelit identik, IRS-1C dan IRS-1D membawa 3 sensor Wide Field Sensor (WiFS) didesain untuk pemetaan vegetasi regional, Linear Self-Scanning Sensor 3 (LISS-3) dimana menghasilkan data multispektral pada 4 band dengan resolusi spasial 24 m dan pankrokromatik. Citra Pankromatik resolusi 5- meter yang dikumpulkan oleh IRS-1C dan ID merupakan citra yang sesuai/ideal untuk perencanaan perkotaan, manajemen bencana, pemetaan dan berbagai aplikasi yang membutuhkan kombinasi unik pada citra resolusi tinngi, revisit frekuensi (resolusi temporal) yang tinggi dan cakupan rea yang luas. Satelit ini memiliki kemampuan stereo imaging, kemampuan gain dan cross-track imaging yang dapat diatur (Space Imaging, 2004). 

SPOT, singkatan dari Systeme Pour IíObservation de la Terre. SPOT-1 diluncurkan pada tahun 1986. SPOT dimiliki oleh konsorsium yang terdiri dari Pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. SPOT pertama kali beroperasi dengan pushbroom sensor CCD dengan kemampuan off-track viewing di ruang angkasa. Saat itu, resolusi spasial 10 m untuk pankromatik tidak dapat ditiru. Pada Maret 1998 sebuah kemajuan signifikan SPOT-4 diluncurkan: sensor HRVIR mempunyai 4disamping 3 band dan instument VEGETATION ditambahkan. VEGETATION didesain untuk hampir tiap hari dan akurat untuk monitoting bumi secara global. 


Daftar Pustaka
  • Paine. D. L., 1981. Aerial Photography and Image Interpretation for Resources Management. Remote Sensing Research. 2 (1). 121-187. 
  • Ratnasari, E. 2000. Pemantauan Kebakaran Hutan dengan Menggunakan Data Citra NOAA-AVHRR dan Citra Landsat-TM. Skripsi Mahasiswa Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan. 
  • Space Imaging. 2004. http://www.spaceimaging.com/products/ikonos/index.htm [2 Oktober 2016]
  • Trevette. J. W., 1986. Imaging Radar for Resources Survey. Photogrametric Engineering. 33 (9). 211-142. 

Rabu, 21 September 2016

Apa itu Penginderaan Jauh? Dan apa Keunggulan/Kelebihannya??

OKTA RIVALDI
E1I013033
Dasar-dasar Penginderaan Jauh 
QUIZ 3

     Penginderaan jauh dapat didefinisikan sebagai teknik atau ilmu pengetahuan yang menjelaskan tentang sesuatu obyek tanpa menyentuhnya. Teknologi ini dapat pula diartikan sebagai kegiatan perolehan informasi tentang permukaan bumi dengan menggunakan citra yang diperoleh dari dirgantara menggunakan energi elektromagnetik pada satu atau beberapa bagian spektrum elektromagnetik yang dipantulkan maupun dipancarkan dari permukaan bumi (Lillesand, T. M. and R. W. Kiefer 1990). 



Keunggulan citra penginderaan jauh
  • Daerah atau kota yang semula tidak tampak dapat direkam sehingga terwujud dalam bentuk citra yang akhirnya dapat dikenali.
  • Setiap gambar dapat meliputi daerah yang luas, misalnya sampai setengah bola bumi.
  • Merupakan cara yang paling cepat dan tepat untuk memetakan daerah bencana. Misalnya, daerah gempa dan daerah banjir.
  • Pembuatannya dapat diulang-ulang dalam waktu yang pendek.
  • Merupakan alat yang baik untuk pembuatan peta karena dapat menggambarkan objek secara lengkap dan mirip dengan wujud yang sebenarnya.
  • Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi secara terestrial.
  • Citra menggambarkan objek di permukaan bumi dengan wujud dan letak objek mirip yang sebenarnya, gambar relatif lengkap, liputan daerah luas dan sifat gambar yang permanen.
  • Citra tertentu dapat menggambarkan tiga dimensi jika dilihat dengan stereoskop. Gambaran tida dimensi memungkinkan untuk pengukuran tinggi dan volume.
  • Citra dapat menggambarkan benda yang tidak tampak sehingga dimungkinkan pengenalan objeknya, contoh: untuk mengetahui kebocoran pipa bawah tanah (Jensen, 1986).

Daftar Referensi
  • Jensen, J.R., 1986. Introductory Digital Image Processing. A Remote Sensing Perspective. London: Prentice Hall: 95-104.
  • Lillesand, T. M. and R. W. Kiefer 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan, Sutanto Eds. Gadjah Mada Universitas Press : 725 hal.



Apa itu Wilayah Pesisir?

OKTA RIVALDI
E1I013033
Perencanaan Wilayah Pesisir Terpadu
QUIZ 2

     Menurut UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL, Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 
     Secara umum, wilayah pesisir dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan (Biliana et al, 2002). 
    

     Menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh lagi, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan kea rah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memilikinilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan. 

     Daftar Pustaka
Biliana Cincin-Sain dan Robert W. Knecht. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management Concepts dan Practices. Island Press. Washington, DC.
Kay, R. dan Alder, J. 1999. Coastal Management and Planning. E & FN SPON. New York.

Minggu, 12 Juni 2016

Review Jurnal
KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII DI PERAIRAN TARAKAN DENGAN FAKTOR PEMBATAS VARIABILITAS ENSO DAN MUSIM
Evie Avianti1)2), Nani Hendiarti2) & Tuty Handayani1)

ABSTRAK
Satelit inderaja oseanografi Aqua MODIS dan altimetri digunakan untuk mempelajari perubahan parameter lingkungan perairan Tarakan (suhu, klorofil-a, arus permukaan) terhadap variabilitas ENSO dan musim, agar diperoleh pemahaman dinamika oseanografi selama perioda El Nino (Desember 2008, Januari-Februari 2009), La Nina (September-Oktober-November 2010), dan Normal ((Mei-Juni-Juli 2012), Musim Barat (Desember, Januari, Februari selama 2008, 2009, 2010, 2012), dan Timur (Juni, Juli Agustus selama 2009, 2010, 2012). Analisis kesesuaian lahan budidaya Eucheuma cottonii menggunakan pengukuran langsung pada 11 titik sampling pada 11 Juli 2013 di perairan pantai Amal dan Mamburungan, dan P. Sadau dengan parameter suhu, salinitas, kecerahan, turbiditas, kimia keasaman, nitrat, fosfat, kalium. Hasil penelitian menunjukkan faktor lingkungan sangat dipengaruhi variabilitas ENSO dan Musim. Perairan timur Tarakan memiliki tingkat kesesuaian lebih tinggi daripada bagian barat. Arus Lintas Indonesia mempengaruhi transfer massa air dari kolam panas Pasifik Barat memasuki perairan Tarakan. Pada perioda El Nino dan musim Timur perairan Tarakan timur memiliki tingkat kesesuaian tinggi dan selama La Nina dan Musim Barat tingkat kesesuaian tinggi berpindah ke utara perairan Tarakan. Analisis kesesuaian lahan budidaya dengan metoda scoring dan pembobotan menunjukkan perairan sekitar pantai Amal sampai selatan memiliki kesesuaian paling tinggi dan pantai Mamburungan dan P. Sadau dengan kesesuian sedang. Analisis tingkat kesesuaian di perairan Tarakan menggunakan data satelit inderaja memberikan informasi pada perioda El Nino berada di pantai Amal dan Tanjung Simaya, perioda La Nina di Tanjung Simaya dan Juata, perioda Normal di Tanjung Binalatung dan Simaya, Musim Barat di Tanjung Simaya dan Juata, dan Musim Timur di pantai Amal dan Tanjung Selayang.

PENDAHULUAN
Satelit Aqua MODIS dapat merekam informasi perubahan karakteristik yang terjadi di perairan Indonesia setiap pagi dan malam setiap hari. Satelit altimetri TOPEX/POSEIDON dan yang terkini JASON 1 dan 2 dapat mengamati perubahan topografi muka air laut dan arus geostrofik yang terjadi di suatu perairan (Ducet et al., 2000, Traon et al., 1998).
Satelit inderaja oseanografi di atas dimanfaatkan untuk memantau perubahan kondisi lingkungan perairan Kota Tarakan yang disebabkan variabilitas ENSO dan musim dan pengaruhnya terhadap pengembangan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Pengukuran langsung parameter oseanografi di perairan pantai Tarakan juga digunakan untuk validasi dan analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut. Makalah ini melakukan analisis matrik kesesuaian dengan masukan data satelit inderaja suhu permukaan laut, klorofil-a, dan arus permukaan untuk mendapatkan informasi lokasi potensial kesusaian lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii berdasarkan faktor pembatas variabilitas kondisi oseanografi perairan Tarakan yang dipengaruhi perubahan ENSO dan musim di perairan Tarakan.

TUJUAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesesuai lahan budidaya rumput laut Euchema cottonii dengan pembatas perubahan ENSO dan Musim di perairan Tarakan, Kalimantan.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di perairan Tarakan dengan mengambil batas wilayah geografis 3.117° – 3.466° Lintang Utara dan 117.425° – 117.782° Bujur Timur. Beberapa parameter lingkungan yang diukur langsung (in situ) mencakup kondisi fisika, kimia dan biologi oseanografi yang berpengaruh terhadap kualitas rumput laut Eucheuma cottonii. Pemilihan lokasi untuk pengambilan beberapa sampel dilakukan di 11 stasiun pengamatanlyang ada di perairan Tarakan. Dalam penelitian ini lokasi untuk pengukuran dan pengambilan sampel adalah Pantai Amal, Mamburungan dan Pulau Sadau.
Pengambilan data satelit inderaja oseanografi dilakukan selama Tahun 2008, 2009, 2010 dan 2012 untuk citra satelit Aqua MODIS dan altimetry. sedangkan untuk pengambilan data langsung di lapangan (in situ) dilakukan pada 11 Juli 2013.

Variabilitas ENSO ditinjau pada kejadian El Nino (diwakili pada 3 bulan puncak, yaitu: Desember 2008, Januari dan Februari 2009); La Nina (diwakili pada 3 bulan puncak, yaitu: September 2010, Oktober 2010 dan November 2010); dan Normal (diwakili pada 3 bulan puncak, yaitu: Mei 2012, Juni 2012, dan Juli 2012), sedangkan Musim Barat diwakili pada 3 bulan puncak, yaitu: Desember, Januari dan Februari selama rentang pengamatan 2008, 2009, 2010, dan 2012 dan Musim Timur diwakili pada 3 bulan puncak, yaitu: Juni, Juli dan Agustus selama rentang pengamatan, 2009, 2010, dan 2012.
Untuk acuan periodisasi ENSO, digunakan indek ONI (Oceanic Nino Index) karena perairan Tarakan berdekatan dengan lokasi terjadinya ENSO di perairan ekuator Pasifik. Indek ONI selama perioda pengamatan ENSO dari 2008 s/d 2013. ONI positif > 0,5 didefinisikan sebagai perioda El Nino, dan ONI negatif > -0,5 didefiniskan sebagai perioda La Nina, sedangkan nilai diantaranya didefinisikan sebagai perioda normal.
Analisis sampel air laut yang diperoleh dari pengukuran lapangan dianalisis di Laboratorium Proling Institut Pertanian Bogor (IPB), sedangkan untuk pemrosesan data citra satelit dilakukan di NEONET (Nusantara Earth Observation Network) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Pengolahan Data Satelit Inderaja dan Pengukuran Langsung
Analis Kesesuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut Euchema cottonii
Pada penelitian ini, analisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut dilakukan dalam 4 tahap, yaitu:
      1.            Penyusunan matriks kesesuaian lahan budidaya rumput laut,
      2.            Pembobotan dan pengharkatan (scoring),
      3.            Analisis proximity (pendekatan), yaitu membuat buffer berupa zona penyangga di sekeliling feature (informasi) dari coverage (tematik) input (titik dan garis) untuk membuat suatu coverage baru, dan
      4.            Analisis overlay (tumpang susun), yaitu proses penampakan coverage, dilakukan untuk menganalisis dan mengidentifikasi hubungan spasial antara feature-feature dari coverage.
Pembobotan (Weighting) dan Pengharkatan (Scoring)
Total nilai dari hasil perkalian nilai bobot parameter dengan skor tersebut selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas kesesuaian lahan budidaya rumput laut berdasarkan karakteristik kualitas perairan dengan perhitungan sebagai berikut:
Y = Σ ai. Xn
dengan: Y = Nilai Akhir, ai = Faktor pembobot, Xn = Nilai tingkat kesesuaian lahan Interval kelas kesesuaian lahan diperoleh berdasarkan metode Equal Interval (Prahasta, 2002 dalam Septian, 2014) guna membagi jangkauan nilai-nilai atribut ke dalam sub-sub jangkauan dengan ukuran yang sama.Perhitungannya adalah sebagai berikut:
I = ((Σai . Xn).(Σai . Xn)min) / k
dengan: I = Interval kelas kesesuaian lahan, k = Jumlah kelas kesesuaian lahan yang diinginkan.

Kelebihan:
Ø  Pemantauan perubahan kondisi oseanografi yang terjadi di suatu perairan dapat dipantau dengan cepat (resolusi waktu dalam harian) dan akurat (resolusi spasial dalam meter) hingga mencapai daerah terpencil yang sulit dijelajah melalui pengamatan langsung.
Ø  Cakupan cukup luas.
Ø  Metode penentuan kesesuaian lokasi rumput laut dijelaskan secara detail.

Kekurangan:
Ø  Tidak adanya/ditulisnya letak geografis dari 11 titik sampling.
Ø  Pada peta titik lokasi in situ Eucheuma cottoni di perairan kota Tarakan, atribut peta yang kurang, yaitu nama kegiatan dan  proyeksi.
Ø  Pada peta batimetri sekitar pulau Tarakan, atribut peta yang kurang, yaitu logo & pelaksana kegiatan, nama kegiatan dan arah mata angina serta skala.
Ø  Pada peta batimetri sekitar pulau Tarakan juga ada teluk di sekitar pantai Mamburungan yang tidak terdeteksi/tampak.
Ø  Tidak adanya diagram alir penentuan kesesuaian lokasi rumput laut.
Ø  Pada kriteria kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut, urutan parameter/kriteria tidak sesuai dengan nilai bobotnya. Seharusnya urutan parameter/kriteria mengikuti nilai bobotnya, dari nilai bobot terbesar sampai yang terkecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Oseanografi Selama Perioda ENSO dan Perubahan Musim
Nilai rerata dan standar deviasi Suhu Permukaan Laut (SPL), klorofil-a (kl-a) dan arus permukaan di perairan Tarakan selama perioda ENSO (El Nino, La Nina, dan Normal) ditunjukkan masing-masing pada Gambar 4 dan 5. Perairan bagian timur Tarakan memiliki dinamika oseanografi yang baik untuk kesuburan perairan dengan SPL rendah dan daerah pertemuan (front) SPL dan kl-a yang rendah dan tinggi. Transport bersih (net transport) arus bergerak ke timur laut sebesar 6 cm/s menunjukkan perairan Tarakan dalam waktu yang lama dipengaruhi arus dari selatan perairan Selat Makassar, dimana arus musim ditemukan sangat kuat selama musim barat dapat memasuki perairan Selat Makassar dan mencapai perairan Tarakan, meskipun nilainya kecil 6 cm/s.
 

Perairan Tarakan sangat dipengaruhi suplai massa air dari kolam panas Pasifik Barat melalui laut Sulawesi di utara perairan Tarakan (Fine et al., 1994. Kondisi ini terlihat selama perioda El Nino 2009 dengan SPL relatif lebih rendah dengan rerata 28°C (Gambar 6A) , La Nina 2010 (Gambar 6B) dengan SPL relatif tinggi 29,5°C dan Normal 2012 (Gambar 6C) dengan SPL sedang 29°C. Kondisi SPL selama musim barat (Gambar 6D) dan timur (Gambar 6E) tidak terjadi kontras perbedaan yang mencolok, yaitu selama musim barat memiliki SPL dengan rerata 28,5°C dan musim timur dengan rerata 28,6°C. SPL musim timur relatif lebih tinggi, karena mendapatkan suplai SPL hangat lebih besar dari kolam panas Pasifik barat.
Dengan mengetahui dinamika oseanografi SPL ini dapat diketahui perairan timur Tarakan memiliki potensi kesuburan yang bagus selama terjadi fenomena El Nino. Pengaruh musim tidak terlihat perbedaan sangat kontras, namun musim timur menunjukkan kesuburan yang relatif lebih besar di perairan timur Tarakan.
Suplai massa air dari kolom panas Pasifik Barat di perairan Tarakan juga terlihat pada sebaran kl-a relatif tinggi dalam kisaran 6 – 7 mg/L yang menandakan kesuburan dengan produktivitas primer tinggi berada di bagian timur laut sampai utara perairan Tarakan. Konsentrasi kl-a relatif tinggi di wilayah tersebut terjadi pada perioda El Nino 2009 dan konsentrasi kl-a sedang selama perioda Normal 2012 serta lebih rendah selama perioda La Nina 2010. Musim timur dan barat menunjukkan konsentrasi kl-a relatif tinggi di wilayah tersebut dengan perluasan wilayah kesuburan sampai bagian timur perairan Tarakan terjadi pada musim timur.
Pergerakan dan besarnya arus permukaan di perairan Tarakan selama perioda El Nino 2009 menunjukkan pergerakan ke arah barat daya dan selatan dalam kisaran 45 – 60 cm/s. Arus permukaan ini merupakan arus lintas Indonesia (Arlindo) yang mengalir dari kolam Pasifik Barat melalui laut Sulawesi dan memasuki perairan Tarakan sebelum ke Selat Makassar. Pergerakan arus permukaan di perairan Tarakan dipengaruhi pergerakan arus yang datang dari selatan Selat Makassar dan bergerak ke arah timur laut dengan kisaran kecepatan 25 – 35 cm/s. Pergerakan arus ini melawan pergerakan Arlindo yang pada perioda normal ke arah selatan mendominasi perairan Tarakan dengan kisaran kecepatan 50 – 60 cm/s.
Pergerakan arus permukaan selama musim barat dipengaruhi oleh kondisi regional ENSO, yaitu arus bergerak ke barat daya selama period El Nino 2009 dan ke timur laut selama perioda La Nina 2010 dan ke selatan selama perioda Normal 2012 dengan masing-masing kecepatan 35, 50 dan 60 cm/s. Kondisi pergerakan arus yang sama seperti di atas terjadi juga selama musim timur dengan intensitas kecepatan berbeda masing-masing 40, 45, dan 35 cm/s. Dengan demikian diketahui dinamika arus di perairan Tarakan dipengaruhi Arlindo selama perioda El Nino dan Normal. Arlindo tidak berpengaruh terhadap dinamika arus di perairan Tarakan selama perioda La Nina 2010. Kecepatan arus pada musim barat relatif lebih tinggi daripada musim timur. Hasil ini berbeda dengan pengukuran arus di kanal Labani Selat Makassar (Gordon et al., 2008) yang melaporkan arus pada musim timur lebih besar daripada musim barat selama 2004 – 2006. Hal ini menunjukkan pengaruh arus yang datang dari selatan Selat Makassar, seperti arus musim, lebih dominan daripada Arlindo.

Kelebihan:
Ø  Penjelasan dari penulis sangat jelas dan sesuai dengan data pada gambar.

Kekurangan:
Ø  Atribut peta yang tidak ada pada peta Rerata, Standar Deviasi dan selama ENSO & Musim untuk SPL dan Klorofil-a, yaitu logo & pelaksana kegiatan, nama kegiatan, proyeksi, inset & indeks peta dan sumber peta. Sedangkan Atribut peta yang tidak ada pada peta Rerata, Standar Deviasi dan selama ENSO & Musim untukArus Permukaan, yaitu logo & pelaksana kegiatan, nama kegiatan, judul peta, proyeksi dan sumber peta.
Ø  Hanya 4 dari 8 parameter/kriteria dari matrik kesesuaian lahan budidaya rumput laut yang ada, yaitu kecepatan arus, kedalaman, suhu, klorofil-a. Namun yang dijelaskan hanya kecepatan arus, suhu, klorofil-a serta perubahannya terhadap ENSO dan Musim.

Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii di Perairan Pantai Amal, Mamburungan dan Pulau Sadau
Model Builder adalah suatu aplikasi yang ada di dalam software ArcGIS yang berguna untuk membuat, mengubah dan mengatur model, yaitu layer-layer dalam bentuk raster yang dapat dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan perangkat geoprosesing (ESRI 2010).
Penelitian ini melakukan identifikasi zonasi kesesuaian perairan untuk lokasi budidaya rumput laut Eucheuma cottonii. Model Builder digunakan dengan memasukkan rumus yang terdiri dari perhitungan matriks kesesuaian parameter-parameter yang mempunyai bobot dan scoring. Analisis matriks kesesuaian untuk kegiatan budidaya laut diawali dengan penyusunan matriks kesesuaian. Data primer yang berupa data yang didapat dari lapangan digunakan dalam analisis matriks ini (Septian et al. 2014). Perhitungan matriks kesesuaian dilakukan untuk pemberian skala penilaian. Skala penilaian adalah sebagai berikut:
1. S1 (Sangat Sesuai), apabila lahan tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang diterapkan.
2. S2 (Sesuai), apabila lahan mempunyai pembatas agak berarti untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
3. N (Kurang Sesuai), memiliki kelayakan yang rendah yaitu perairan memiliki faktor pembatas yang kuat untuk budidaya rumput laut, sehingga sangat berpengaruh terhadap kualitas perairan. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk pengembangan budidaya rumput laut.
Peta kesesuaian lokasi budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di perairan Tarakan. Perairan bagian timur – tenggra - selatan Tarakan memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi untuk budidaya rumput laut, sedangkan bagian barat daya – barat relatif lebih rendah.
Analisis kesesuaian ini sama dengan rekomendasi pengukuran langsung in situ parameter oseanografi (suhu, salinitas, kecerahan, turbiditas, keasaman, nitrat, fosfat, kalium dan klorofil) yang memberi indikasi perairan pantai Amal di bagian timur Tarakan memiliki rekomendasi paling tinggi/sesuai.
Analisis matrik tingkat kesesuaian perairan Tarakan menggunakan data satelit inderaja oseanografi untuk data SPL, kl-a, dan arus permukaan terhadap variabilitas ENSO dan Musim di perairan pantai Amal dan Mamburungan, dan P. Sadau menunjukkan kesamaan hasil menggunakan analisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dengan input data parameter fisika dan kimia oseanografi dari hasil pengukuran langsung, yaitu kesesuain lokasi budidaya dengan nilai sangat tinggi (sangat sesuai) berada di perairan pantai Amal dan sedang (sesuai) di perairan pantai Mamburungan dan P. Sadau.
Analisis matrik tingkat kesesuaian dilakukan juga untuk seluruh perairan Tarakan untuk mendapatkan informasi spasial lokasi yang memiliki kesesuaian tinggi, sedang, dan tidak sesuai berdasarkan variabilitas ENSO dan perubahan Musim dengan masukan data satelit inderaja suhu permukaan laut, klorofil-a dan arus permukaan sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.
Hasil analisis matrik tingkat kesesuaian perairan Tarakan untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii berdasarkan variabilitas ENSO dan Musim. Tingkat kesesuaian sangat tinggi pada perioda El Nino berada di perairan pantai Amal dan Tanjung Simaya; La Nina di Tanjung Simaya dan Juata; Normal di Tanjung Binalatung sampai Tanjung Simaya; Musim Barat di Tanjung Simaya, dan Juata; dan Musim Timur di pantai Amal dan Tanjung Selayang.
Analisis matrik tingkat kesesuaian ini menunjukkan lokasi kesesuaian perairan Tarakan sangat bergantung pada perubahan kondisi lingkungan perairan yang dipengaruhi variabilitas ENSO dan Musim. Tingkat kesesuaian perairan menentukan lokasi pengembangan budidaya rumput laut, sehingga informasi spasial dan temporal perubahan lokasi budidaya dapat dikembangkan untuk menentukan waktu tanam dan kebutuhan lainnya.

Kelebihan:
Ø  Warna pada kedua peta terlihat jelas perbedaan antara daerah S1, S2 dan N.
Ø  Luas daerah/nilai kisaran S1, S2 dan N pada peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di perairan Tarakan sudah terhitung secara otomatis sehingga luasan dapat dilihat.

Kekurangan:
Ø  Atribut peta yang tidak ada pada peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di perairan Tarakan, yaitu logo dan pelaksana kegiatan, nama kegiatan, proyeksi dan sumber peta.
Ø  Pada peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di perairan Tarakan, teluk disekitar pantai Mamburungan tidak terdeteksi/tampak.
Ø  Atribut peta yang tidak ada pada peta zonasi pengembangan budidaya rumput laut berdasarkan ENSO dan Musim di Tarakan, yaitu logo dan pelaksana kegiatan, nama kegiatan, proyeksi, inset & indeks peta dan sumber peta.
Ø  Sebaiknya daerah lebih di detailkan lagi dengan memplotkan titik pada daerah yang sangat sesuai dan sesuai (lebih baik lagi jika ada titik koordinat atau letak secara geografis) agar masyarakat sekitar dapat lebih detail dalam meletakkan tempat pembudiyaan rumput laut Eucheuma cottoni.

KESIMPULAN
Satelit inderaja oseanografi digunakan untuk mempelajari perubahan parameter lingkungan perairan Tarakan, yaitu: suhu, klorofil-a dan arus permukaan terhadap variabilitas ENSO (El Nino Southern Oscillation) dan perubahan Musim agar diperoleh pemahaman dinamika oseanografi selama perioda El Nino, La Nina dan Normal, dan Musim Barat dan Timur. Pemahaman ini diperlukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian perairan Tarakan menurut waktu (temporal) dan ruang (spasial). Informasi faktor lingkungan perairan selanjutnya digunakan untuk menentukan lokasi budidaya rumput laut Eucheuma cottonii melalui analisis kesesuaian dengan mempertimbangkan parameter fisika dan kimia oseanografi yang diperoleh melalui pengukuran langsung (in situ) di perairan pantai Amal dan Mamburungan, dan P. Sadau.
Faktor lingkungan perairan sangat dipengaruhi variabilitas ENSO dan perubahan musim dan menjadi faktor pembatas tingkat kesesuaian lahan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii. Dalam kaitan ini dinamika oseanografi yang memiliki kesuburan tinggi berkorelasi dengan tingkat kesesuaian tinggi. Perairan bagian timur Tarakan memiliki tingkat kesesuaian lebih tinggi daripada di bagian barat. Arus Lintas Indonesia (arlindo) mempengaruhi transfer massa air dari kolam panas Pasifik Barat memasuki perairan laut Sulawesi dan mencapai Tarakan (Gordon, 1986). Pada perioda El Nino dan Musim Timur perairan Tarakan bagian timur menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi dan selama perioda La Nina dan Musim Barat tingkat kesesuaian perairan berpindah ke bagian utara perairan Tarakan.
Analisis kesesuaian lahan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dengan metoda scoring dan pembobotan menunjukkan perairan sekitar pantai Amal sampai ke selatan memiliki kesesuaian tinggi dan perairan pantai Mamburungan dan P. Sadau memiliki kesesuaian sedang.
Analisis matrik tingkat kesesuaian di perairan Tarakan menggunakan data satelit inderaja oseanografi memberikan informasi wilayah potensial pengembangan budidaya rumput laut pada perioda El Nino di perairan pantai Amal dan Tanjung Simaya, perioda La Nina di perairan Tanjung Simaya dan Juata, perioda Normal di Tanjung Binalatung dan Simaya, Musim Barat di perairan Tanjung Simaya dan Juata, dan Musim Timur di perairan pantai Amal dan Tanjung Selayang.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J., Zatnika, A., Purwoto, H., & Istini, S. (2006). Rumput Laut, Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensil. Penebar Swadaya Jakarta. 147 hlm.
Ariyati, R.W., Sya’rani, L. & Arini, E. (2007). Analisis Kesesuaian Perairan Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan Sebagai Lahan Budiaya Rumput Laut Menggunakan SIstem Informasi Geografi. Jurnal Pasir Laut, Vol 3, No.1, Juli 2007. 27-45
Aviso Satelillte Altimetrry Data: http://www.aviso.altimetry.fr/en/data/products/sea-surface-height-products.html, Diakses tanggal 20 Februari 2015
Ducet N, Le Traon PY, & Reverdin, G. (2000). Global high-resolution mapping of Ocean Circulation from The Combination of T/P and ERS-1/2. Jurnal Geophys Res 105:19477-19498
ESRI. (2010). Model Builder-Executing Tools Tutoril. ESRI copyright
Fine R.A., Lukas, R., Bingham, F., Warnar, M. & Gammon, R. (1994). The Westhern Equatorial Pacific: a water mass crossroads. J. Geophys. Res.,90, pp. 25063-25080
Gordon, A, R. (1996). Interocean exchange of thermocline water, J. Geophys. Res., 91, pp.5037-5046
Gordon, A. L., Susanto, R. D., Ffield, A. Huber, B. A., Pranowo, W. & Wirasantosa, S. Makassar Strait Throughflow, 2004 to 2006,., Geop Res Letts, Volume 35, Issue L24605, , (2008), 10.1029/2008GL036372
Materi kuliah Pemetaan Sumberdaya Kelautan (IKL-311) yang disampaikan oleh Yar Johan, S.Pi., M.Si. pada tahun 2015. Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
National Oceanic and Atmospheric Administration . n.d National Wheather Service Web: Climate Prediction Center. http://www.cpc.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuff/ONI_change.shtml, Diakses tanggal 27 Maret 2015
National Aeronotics and Space Admninistration n.d. MODIS Web : Components. http://modis.gsfc.nasa.gov/about/components.php. Diakses tanggal 20 Februari 2015
National Aeronotics and Space Admninistration n.d. MODIS Web : About. http://modis.gsfc.nasa.gov/about/components.php. Diakses tanggal 20 Februari 2015
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Khasanah, U. (2013). Analisis Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii di Perairan Kecamatan Sajoanging, Kabupaten Wajo. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanudin. Makasar
Le Traon PY, Nadal F. & Ducet N. (1998). An Improved Mapping Method of Multisatellite Altimeter Data. Jurnal Atmos Ocean Technol 15: 522-533
Prahasta, Eddy. (2011). Tutorial ArcGis Dekstop untuk Bidang Geodesi dan Geomatika. Penerbit Informatika, Bandung.
Septian, I, Suherman, H. & Harahap, S.A. (2014). Pemetaan Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Rumput Laut di Kepulauan Anabas Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Perikanan Kelauatan, Vol. V(2):240-247
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014, tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil



Team Revisi Jurnal:
Shandra Falwaguna   (E1I013032)
Okta Rivaldi                (E1I013033)

Dengan bimbingan Yar Johan, S.Pi., M.Si.

Mahasiswa program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu.